Saturday, May 25, 2013

Konsep Animal Welfare dan Beberapa Pemikiran



dikumpulkan dari beberapa sumber oleh :
·            Hamka, S. Hut *

·            Fita Isthiyana, S. Hut **


Latar belakang Animal Welfare

Jauh sebelum wacana perlakuan yang adil terhadap hewan mengemuka seperti sekarang, sejarah telah mencatat bahwa contoh bagaimana memperlakukan makhluk lain dengan adil telah dengan bijak dipraktekkan Nabi Sulaiman As. Beliau yang dikaruniai oleh Allah SWT dengan pemahaman bahasa binatang, pernah melakukan perjalanan ke satu lembah bersama dengan ribuan pasukannya yang terdiri dari bangsa jin, manusia dan makhluk lainnya. Mengetahui bahwa lembah itu dihuni oleh koloni semut, Nabi Sulaiman memerintahkan pasukannya untuk berhenti sejenak dan memberikan kesempatan bagi koloni semut untuk mencari tempat yang aman agar terhindar dari injakan pasukan Nabi Sulaiman.
  
Jaman ini, efek dari proses modernisasi yang tak terelakkan, eksploitasi irasional terhadap satwa terjadi dimana mana. Tidak lagi sebagai sesuatu yang ditutup tutupi. Ingat kasus protes keras pemerintah Indonesia yang melayangkan surat gugatan terhadap salah satu kebun binatang di Thailand ? Mereka disinyalir menyelundupkan orang utan dari hutan Indonesia kemudian mempekerjakannya di taman hiburan sebagai petinju.  
Kasus lain dalam negeri yang terkuak antara lain penyiksaan beberapa jenis kera yang dilakukan oleh oknum tertentu guna melatih species ini menjadi sosok Sarimin yang mahir bersepeda, menabuh genderang atau aksi lain yang bisa menjadi daya tarik penonton untuk seikhlasnya merogoh kocek buat membayar sang pawang. 
Hingga kemudian kasus moratorium import sapi dari Pemerintah Australia ke Indonesia akibat terungkapnya aksi pemotongan sapi di salah satu rumah pemotongan hewan Indonesia yang tidak manusiawi.
Beberapa kasus kecil di atas kemudian menyenggol nurani kita, seperti apa sebenarnya batasan perlakuan yang bisa diterapkan bagi hewan hewan itu. Dibeberapa belahan dunia telah lama familiar dengan aliran animal welfare yang kurang lebih berarti kesejahteraan hewan. Beberapa aliran lain yang ada antara lain : animal use, animal exploitation, animal control, animal rights, animal liberation, animal welfare, animal protectionist, dan sebagainya. Mulai dari yang fanatik dengan mengharamkan semua bentuk perlakuan, penggunaan satwa satwa itu hingga yang agak lebih longgar dengan membatasi penggunaannya melalui batasan syarat syarat tertentu.  

Pengertian dan sudut pandang Animal Welfare
Dalam konteks Indonesia, Animal Welfare (Kesejahteraan Binatang) adalah konsep yang agak baru dan belum dipahami secara luas. Konsep ini sulit untuk diterjemahkan dari bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia. Kata “kesejahteraan‟ mempunyai arti yang berbeda untuk kebanyakan masyarakat kita. Pada umumnya, istilah “kesejahteraan” terkait erat dengan hidupnya manusia. Namun, ada LSM  binatang di Indonesia, seperti  ProFauna, yang menerjemahkan “Animal Welfare‟ sebagai “Kesejahteraan Hewan atau Binatang‟.  Para pekerja di  LSM-LSM binatang ini mencoba untuk mengajar masyarakat di Indonesia bahwa konsep “kesejahteraan‟ tidak hanya berlaku untuk manusia, tetapi untuk binatang juga.
Animal Welfare (Kesejahteraan Binatang), adalah bentuk expresi diri yang berkenaan dengan hati atau moral. Semua manusia bertanggungjawab terhadap masing-masing binatang yang dipelihara atau bebas di alam. Dalam teori Kesejahteraan Binatang ada ajaran tentang kepedulian dan perlakuan manusia terhadap masing-masing hewan dan bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kwalitas hidup hewan itu. Setiap jenis satwa liar dan hewan harus dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup yang berkwalitas di lingkungan yang disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alamnya di kandang. Lagi pula, manusialah yang bertanggungjawab untuk mewujudkannya. Selanjutnya, para aktivis Kesejahteraan Binatang mengajarkan bahwa binatang memiliki perasaan seperti halnya manusia. Misalnya perasaan seperti kebosanan, stres, kesenangan, dan penderitaan.
Dalam prinsip Kesejahteraan Binatang, semua orang didorong untuk menumbuhkan empati terhadap hewan dan mengembangkan sikap menghargai hewan. Jika masyarakat memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka bisa memahami juga bagaimana binatang harus diperlakukan. Kesejahteraan Binatang mengukur baik kesenangan maupun kesehatan binatang.
Perilaku Asli Satwa di Alam Liar
Ada beberapa ukuran berbeda untuk mengevaluasi kwalitas hidupnya. Yang pertama, ada yang menganalisa perasaan binatang saja. Yang kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika binatang mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Yang ketiga, ada yang mengevaluasi jika binatang dibiarkan hidup di lingkungan aslinya agar dapat hidup sealami mungkin, jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat ditunjukkan.
Animal welfare lebih terkonsentrasi terhadap peningkatan kwalitas individu hewan, bagaimana setiap species tersebut memperoleh hak hidup alamiah. Dalam pengertian kasar, konsep Animal Welfare lebih memilih 1 species yang hidup layak alami (sejahtera) dibandingkan lebih dari satu species tapi dengan kondisi yang terkurung dalam penyiksaan dan kehidupan yang tidak layak.
Sasaran Animal Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.

Aspek penting Animal Welfare
Beberapa bagian penting berkenaan dengan Animal Welfare yaitu : Welfare Science, Welfare law dan Welfare ethics. Welfare science mengukur kondisi pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, cara penilaian manusia melalui sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.
Ketiga aspek di atas menjadi satu kesatuan utuh dalam memperlakukan hewan. Pada satu kondisi, seekor kera di simpan dalam kandang, diberi makan secara teratur, minum tersedia setiap saat dan kondisi kandang yang aman dari panas dan hujan. Dalam sudut pandang manusia, bisa jadi itulah yang terbaik, tapi dalam sudut pandang hewan bisa jadi bertolak belakang. Kebutuhan mereka untuk merasakan kebebasan alam liar dan berkembang alami bersama kelompoknya menjadi permintaan khusus mereka yang disampaikan pada setiap jeritan dan loncatannya dalam kandang itu. 

Menilai kesejahteraan hewan dengan konsep Five of Fredoom
Konsep “Lima Kebebasan” (Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak tahun 1992 dikenal sebagai panduan umum menilai kesejahteraan hewan. The Five Freedoms  (Lima Kebebasan Binatang) ditetapkan pada akhir 1960-an. Pada periode itu, pemerintah Inggris Raya mendirikan komisi untuk menginvestagasi bagaimana binatang diperlakukan di pertanian setempat. Komisi itu menarik kesimpulan bahwa ada kebutuhan untuk menetapkan garis kebijaksanaan tentang bagaimana binatang seharusnya diperlakukan. Metode ini sudah dianggap sebagai metode internasional, dan RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty Against Animals) percaya bahwa siapapun yang memiliki binatang mempunyai tanggung jawab untuk memberi binatang itu Lima Kebebasan ini.
Lima konsep kebebasan itu adalah :
1.       Bebas dari rasa lapar dan haus
2.       Bebas dari rasa tidak nyaman
3.       Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
4.       Bebas mengekspresikan perilaku normal
5.       Bebas dari rasa stress dan tertekan.

Bebas dari rasa lapar dan haus dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air minum dan makanan yang dapat mempertahankan kesehatan dan tenaga. Dalam hal ini adalah penyediaan pakan yang sesuai dengan species dan keseimbangan gizi. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan.
Bebas dari rasa tidak nyaman dipenuhi dengan penyediaan lingkungan yang layak termasuk shelter dan areal istirahat yang nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologi hewan.
Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit meliputi upaya pencegahan penyakit atau diagnosa dan treatmen yang cepat. Kondisi ini dipenuhi melalui penerapan pemeriksaan medis yang reguler. Apabila kondisi ini terabaikan maka akan memicu timbulnya penyakit dan ancaman transmisi penyakit baik pada hewan lain maupun manusia. Contohnya: penyakit Hepatitis dan TBC pada orangutan yang direhabilitasi.
Bebas mengekspresikan perilaku normal adalah penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang tepat dan adanya teman dari jenis yang sama. Apabila keadaan ini tidak terpenuhi maka akan muncul perilaku abnormal seperti stereotype, dan berakhir dengan gangguan fisik lainnya.
Bebas dari rasa takut dan tertekan yaitu memberikan kondisi dan perlakuan yang mencegah penderitaan mental. Stress umumnya diartikan sebagai antithesis daripada sejahtera. Distress merupakan kondisi lanjutan dari stress yang mengakibatkan perubahan patologis. Lebih lanjut kondisi ini terlihat pada respon perilaku seperti menghindar dari stressor (contoh: menghindar dari temperatur dingin ke tempat yang lebih hangat dan sebaliknya), menunjukkan perilaku displacement (contoh; menunjukkan perilaku display yang tidak relevan terhadap situasi konflik dimana tidak ada fungsi nyata), dan bila tidak ditangani akan muncul perilaku stereotipik yang merupakan gerakan pengulangan dan secara relatif kelangsungan gerakan tidak bervariasi dan tidak punya tujuan jelas.

Indikator Kesejahteraan hewan
Gangguan pada kesejahteraan hewan dapat diamati berdasarkan 3 indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator immun dan produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang terjadi pada hewan dapat diamati berdasarkan perubahan pada fisik, mental maupun perilaku.
Secara fisiologi kondisi perubahan kesejahteraan hewan akan mengaktifkan sistem saraf pusat (SSP) dan memberikan respon baik pada sistem saraf otonom maupun sistem endokrin. Akibat dari respon sistem saraf otonom akan berdampak pada Sistem SAM (Simpatetic Adrenal Medulary) dan Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System). Respon Sistem SAM mengakibatkan peningkatan Cardiac output (tachycardia, cardiac muscle contraction), peningkatan aliran darah ke otot (vasokontriksi perifer, kontraksi limfa), peningkatan air intake (respiratory rate, relaksasi bronkhiol). Sementara respon dari Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System) adalah penurunan Cardiac output (branchicerdia). Gangguan secara terus menerus pada system syarafnya berakibat munculnya stress dengan gejala seperti Peningkatan aktifitas adrenocortical. Juga lambat laun berpengaruh pada penurunan aktifitas hormonal reproduksi. Gejala dari prilaku dapat terbaca melalui penurunan performance yang bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah kronis, meningkatnya kerentanan penyakit, penyembuhan luka yang lama, Cardiovascular pathologis, dan juga kematian.
Contoh akibat pengabaian kesejahteraan hewan pada hewan ternak dan hewan potong adalah beberapa testimony yang menyatakan bahwa rasa daging sapi import, baik dari Australia, Selandia Baru maupun Jepang, memiliki karakter daging yang lebih empuk dan serat yang halus dibandingkan daging sapi dalam negeri. Kebenaran testimony ini dapat ditelusuri secara ilmiah bahwa pembentukan daging yang berkualitas sangat bergantung pada perlakuan selam proses pemeliharaan, pengangkutan dan penyembelihan. Efek stress pada hewan sebelum dipotong akan berdampak buruk pada kualitas karkas dan daging yang disebut Dark Firm Dry (DFD).
Dark Firm Dry (DFD) terjadi akibat dari stress pre-slaughter sehingga mengosongkan persediaan glycogen pada otot. Keadaan ini menyebabkan kadar Asam laktat pada otot berkurang dan meningkatkan pH daging melebihi dari normal. Pada kondisi seperti ini maka proses post mortem tidak berjalan sempurna terlihat pada warna daging terlihat lebih gelap, kaku dan kering yang mana secara umum lebih alot dan tidak enak. pH daging yang tinggi akan mengakibatkan daging lebih sensitif terhadap tumbuhnya bakteri. DFD beef adalah indikator dari stress, luka, penyakit atau kelelahan pada hewan sebelum disembelih.

Perangkat Hukum Animal Welfare
Detail mengenai Animal Welfare, memang belum diatur secara khusus dalam peraturan perundangan tersendiri. Namun, ada beberapa peraturan yang dibuat untuk melindungi kehidupan binatang di Indonesia. Diantaranya, ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini menegaskan penjagaan keseimbangan ekosistem flora dan fauna di Indonesia. Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, Peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Selain itu pada tahun 1998 ada undang-undang yang diajukan untuk melindungi satwa liar di luar habitatnya, yaitu SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1998 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53/Menhut–II/2006 tentang Lembaga Konservasi. Kemudian Peraturan Menteri Kehutanan No. P.52/Menhut–II/2006 yang mengatur mengenai Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar dilindungi. 
Dalam UU No.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, defenisi Animal Welfare juga secara gamblang dijelaskan. Animal Welfare diartikan sebagai segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Beberapa daerah dan komunitas suku tertentu di Indonesia juga memiliki cara yang bijak dalam memperlakukan hewan yang termuat dalam kesepakatan sosial dan kearifan lokal masing masing wilayah.  

Untuk dipikirkan bersama
Tanpa bermaksud untuk menjustifikasi sepihak, coba kita pikirkan bersama mengenai beberapa kejadian di sekitar kita tentang penggunaan hewan pada beberapa kasus berikut.
Tayangan beberapa TV swasta di negeri kita beberapa kali menampilkan hewan sebagai “pemeran utama”. Entah seperti apa prosesnya hingga hewan seperti kera dengan sangat lihai mengikuti skenario sang sutradara. Beberapa kali juga terlihat pada beberapa sinetron kita yang menyelipkan scene adegan topeng monyet yang sama kita ketahui bahwa pelatihan binatang yang berganti nama jadi “sarimin” itu sulit diterima akal sehat.
Acara mancing ikan yang hingga kini masih eksis tayang juga pernah memicu kontroversi. Bukan karena ajakan pemandu acaranya untuk merilis ikan ikan berstatus dilindungi, tetapi karena beberapa kali tayangan ini menampilkan ikan dilindungi itu nyangkut di mata kail. Beberapa pihak menyebutkan bahwa mulut ikan yang menjadi korban “strike” akan terluka dan memancing ikan lainnya untuk datang memangsa pasca dirilisnya ikan tersebut.

Tinju Orang Utan Di Thailand
Dalam beberapa kejadian, pihak BKSDA Sulsel terpaksa “berperang mati matian” dengan pemilik satwa dilindungi secara illegal.  Pada saat penyitaan, mereka berkilah bahwa satwa tersebut sangat mereka sayangi dan sudah hidup nyaman bersamanya. Makan nasi, minumnya pun kadang kala susu kaleng special dan ditempatkan dalam kandang berukir indah. Namun, apakah ada yang bisa menjamin bahwa dalam sudut pandang hewan, mereka hidup nyaman, sejahtera. Mungkinkah mereka pernah berkeinginan untuk terbang lepas di alam liar, berinteraksi dengan kelompoknya, bebas mencari makan secara alami.
Beberapa dari kita memutuskan untuk memberi pelajaran tentang lingkungan dan satwa liar dengan mengajak anak anak kita mengunjungi kebun binatang atau arena sirkus satwa di saat hari libur. Tidakkah ini berarti bahwa anak anak kita diajarkan untuk “meng iyakan” pengurungan  satwa satwa itu. Tidakkah satwa satwa itu merasa stress akibat kunjungan beberapa dari kita ke mereka yang kadang kala disertai dengan lemparan kerikil dan potongan kayu kecil buat memuaskan rasa “gemes” kita dan anak anak kita. Bukankah banyak penelitian yang menunjukkan fakta yang jelas bahwa lumba lumba demikian tersiksa pada saat pelatihannya dan kita dengan senyum sumringah yang mengambang ketika beberapa dari mereka berhasil melompati lingkaran api dari dalam kolam kecil. Kemudian, terpikirkanlah bahwa hari itu kita telah berhasil mengajari anak anak kecil kita “mencintai” binatang binatang itu.   

Sumber Bacaan :
Anonimous, 2004. Peraturan Perundang-undangan bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.
Kellie Joan Eccleston. 2009. animal welfare di Jawa Timur. Australian Consortium for in-country Indonesian Studies, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
http://www.kemendagri.go.id/produk-hukum/2009/06/04/undang-undang-no-18-tahun-2009

*) Peh Pertama pada Bidang KSDA Wilayah I Palopo
**) Penata Bina Konservasi Pada Bidang KSDA Wilayah I Palopo

0 Comments:

Post a Comment