dikumpulkan
dari beberapa sumber oleh :
|
·
Hamka, S. Hut *
|
·
Fita Isthiyana, S. Hut **
|
Latar
belakang Animal Welfare
Jauh sebelum wacana perlakuan yang adil
terhadap hewan mengemuka seperti sekarang, sejarah telah mencatat bahwa contoh
bagaimana memperlakukan makhluk lain dengan adil telah dengan bijak
dipraktekkan Nabi Sulaiman As. Beliau yang dikaruniai oleh Allah SWT dengan pemahaman
bahasa binatang, pernah melakukan perjalanan ke satu lembah bersama dengan
ribuan pasukannya yang terdiri dari bangsa jin, manusia dan makhluk lainnya.
Mengetahui bahwa lembah itu dihuni oleh koloni semut, Nabi Sulaiman
memerintahkan pasukannya untuk berhenti sejenak dan memberikan kesempatan bagi
koloni semut untuk mencari tempat yang aman agar terhindar dari injakan pasukan
Nabi Sulaiman.
Jaman ini, efek dari proses modernisasi yang
tak terelakkan, eksploitasi irasional terhadap satwa terjadi dimana mana. Tidak
lagi sebagai sesuatu yang ditutup tutupi. Ingat kasus protes keras pemerintah
Indonesia yang melayangkan surat gugatan terhadap salah satu kebun binatang di
Thailand ? Mereka disinyalir menyelundupkan orang utan dari hutan Indonesia
kemudian mempekerjakannya di taman hiburan sebagai petinju.
Kasus lain dalam negeri yang terkuak antara
lain penyiksaan beberapa jenis kera yang dilakukan oleh oknum tertentu guna
melatih species ini menjadi sosok Sarimin
yang mahir bersepeda, menabuh genderang atau aksi lain yang bisa menjadi daya
tarik penonton untuk seikhlasnya merogoh kocek buat membayar sang pawang.
Hingga kemudian kasus moratorium import sapi
dari Pemerintah Australia ke Indonesia akibat terungkapnya aksi pemotongan sapi
di salah satu rumah pemotongan hewan Indonesia yang tidak manusiawi.
Beberapa kasus kecil di atas kemudian menyenggol nurani kita, seperti apa
sebenarnya batasan perlakuan yang bisa diterapkan bagi hewan hewan itu. Dibeberapa
belahan dunia telah lama familiar dengan aliran animal welfare yang kurang lebih berarti kesejahteraan hewan.
Beberapa aliran lain yang ada antara lain : animal use, animal exploitation, animal control, animal rights, animal
liberation, animal welfare, animal protectionist, dan sebagainya. Mulai
dari yang fanatik dengan mengharamkan semua bentuk perlakuan, penggunaan satwa
satwa itu hingga yang agak lebih longgar dengan membatasi penggunaannya melalui
batasan syarat syarat tertentu.
Pengertian dan
sudut pandang Animal Welfare
Dalam konteks Indonesia, Animal Welfare (Kesejahteraan Binatang) adalah konsep yang agak
baru dan belum dipahami secara luas. Konsep ini sulit untuk diterjemahkan dari
bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia. Kata “kesejahteraan‟ mempunyai arti
yang berbeda untuk kebanyakan masyarakat kita. Pada umumnya, istilah
“kesejahteraan” terkait erat dengan hidupnya manusia. Namun, ada LSM binatang di Indonesia, seperti ProFauna, yang menerjemahkan “Animal Welfare‟
sebagai “Kesejahteraan Hewan atau Binatang‟.
Para pekerja di LSM-LSM binatang
ini mencoba untuk mengajar masyarakat di Indonesia bahwa konsep “kesejahteraan‟
tidak hanya berlaku untuk manusia, tetapi untuk binatang juga.
Animal
Welfare (Kesejahteraan Binatang), adalah
bentuk expresi diri yang berkenaan dengan hati atau moral. Semua manusia
bertanggungjawab terhadap masing-masing binatang yang dipelihara atau bebas di
alam. Dalam teori Kesejahteraan Binatang ada ajaran tentang kepedulian dan
perlakuan manusia terhadap masing-masing hewan dan bagaimana masyarakat dapat
meningkatkan kwalitas hidup hewan itu. Setiap jenis satwa liar dan hewan harus
dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup yang berkwalitas di lingkungan yang
disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alamnya
di kandang. Lagi pula, manusialah yang bertanggungjawab untuk mewujudkannya.
Selanjutnya, para aktivis Kesejahteraan Binatang mengajarkan bahwa binatang
memiliki perasaan seperti halnya manusia. Misalnya perasaan seperti kebosanan,
stres, kesenangan, dan penderitaan.
Dalam prinsip Kesejahteraan Binatang, semua
orang didorong untuk menumbuhkan empati terhadap hewan dan mengembangkan sikap
menghargai hewan. Jika masyarakat memahami perasaan diri sendiri dan perasaan
orang lain, mereka bisa memahami juga bagaimana binatang harus diperlakukan.
Kesejahteraan Binatang mengukur baik kesenangan maupun kesehatan binatang.
Perilaku Asli Satwa di Alam Liar |
Ada beberapa ukuran berbeda untuk
mengevaluasi kwalitas hidupnya. Yang pertama, ada yang menganalisa perasaan
binatang saja. Yang kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika
binatang mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Yang ketiga, ada yang
mengevaluasi jika binatang dibiarkan hidup di lingkungan aslinya agar dapat
hidup sealami mungkin, jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat
ditunjukkan.
Animal welfare lebih terkonsentrasi terhadap
peningkatan kwalitas individu hewan, bagaimana setiap species tersebut
memperoleh hak hidup alamiah. Dalam pengertian kasar, konsep Animal Welfare lebih
memilih 1 species yang hidup layak alami (sejahtera) dibandingkan lebih dari
satu species tapi dengan kondisi yang terkurung dalam penyiksaan dan kehidupan
yang tidak layak.
Sasaran
Animal Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia
dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan
yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga
konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan hewan potong (ternak
besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.
Aspek
penting Animal Welfare
Beberapa
bagian penting berkenaan dengan Animal Welfare yaitu : Welfare Science, Welfare law dan Welfare ethics. Welfare science mengukur kondisi
pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, cara penilaian manusia melalui
sudut pandang hewan. Welfare ethics
mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana
manusia harus memperlakukan hewan.
Ketiga aspek di atas menjadi satu kesatuan
utuh dalam memperlakukan hewan. Pada satu kondisi, seekor kera di simpan dalam
kandang, diberi makan secara teratur, minum tersedia setiap saat dan kondisi
kandang yang aman dari panas dan hujan. Dalam sudut pandang manusia, bisa jadi
itulah yang terbaik, tapi dalam sudut pandang hewan bisa jadi bertolak
belakang. Kebutuhan mereka untuk merasakan kebebasan alam liar dan berkembang
alami bersama kelompoknya menjadi permintaan khusus mereka yang disampaikan
pada setiap jeritan dan loncatannya dalam kandang itu.
Menilai
kesejahteraan hewan dengan konsep Five of Fredoom
Konsep
“Lima Kebebasan” (Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak
tahun 1992 dikenal sebagai panduan umum menilai kesejahteraan hewan. The Five
Freedoms (Lima Kebebasan Binatang)
ditetapkan pada akhir 1960-an. Pada periode itu, pemerintah Inggris Raya
mendirikan komisi untuk menginvestagasi bagaimana binatang diperlakukan di
pertanian setempat. Komisi itu menarik kesimpulan bahwa ada kebutuhan untuk
menetapkan garis kebijaksanaan tentang bagaimana binatang seharusnya
diperlakukan. Metode ini sudah dianggap sebagai metode internasional, dan RSPCA
(Royal Society for the Prevention of Cruelty Against Animals) percaya bahwa
siapapun yang memiliki binatang mempunyai tanggung jawab untuk memberi binatang
itu Lima Kebebasan ini.
Lima
konsep kebebasan itu adalah :
1. Bebas dari rasa lapar dan haus
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
3. Bebas dari rasa sakit, luka dan
penyakit
4. Bebas mengekspresikan perilaku normal
5. Bebas dari rasa stress dan tertekan.
Bebas
dari rasa lapar dan haus
dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air minum dan makanan yang dapat
mempertahankan kesehatan dan tenaga. Dalam hal ini adalah penyediaan pakan yang
sesuai dengan species dan keseimbangan gizi. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi
maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan.
Bebas
dari rasa tidak nyaman
dipenuhi dengan penyediaan lingkungan yang layak termasuk shelter dan areal
istirahat yang nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan menimbulkan
penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada kondisi fisik
dan psikologi hewan.
Bebas
dari rasa sakit, luka dan penyakit
meliputi upaya pencegahan penyakit atau diagnosa dan treatmen yang cepat.
Kondisi ini dipenuhi melalui penerapan pemeriksaan medis yang reguler. Apabila
kondisi ini terabaikan maka akan memicu timbulnya penyakit dan ancaman
transmisi penyakit baik pada hewan lain maupun manusia. Contohnya: penyakit
Hepatitis dan TBC pada orangutan yang direhabilitasi.
Bebas
mengekspresikan perilaku normal
adalah penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang tepat dan adanya teman dari
jenis yang sama. Apabila keadaan ini tidak terpenuhi maka akan muncul perilaku
abnormal seperti stereotype, dan berakhir dengan gangguan fisik lainnya.
Bebas
dari rasa takut dan tertekan yaitu
memberikan kondisi dan perlakuan yang mencegah penderitaan mental. Stress
umumnya diartikan sebagai antithesis daripada sejahtera. Distress merupakan
kondisi lanjutan dari stress yang mengakibatkan perubahan patologis. Lebih
lanjut kondisi ini terlihat pada respon perilaku seperti menghindar dari
stressor (contoh: menghindar dari temperatur dingin ke tempat yang lebih hangat
dan sebaliknya), menunjukkan perilaku displacement (contoh; menunjukkan perilaku
display yang tidak relevan terhadap situasi konflik dimana tidak ada fungsi
nyata), dan bila tidak ditangani akan muncul perilaku stereotipik yang
merupakan gerakan pengulangan dan secara relatif kelangsungan gerakan tidak
bervariasi dan tidak punya tujuan jelas.
Indikator Kesejahteraan hewan
Gangguan pada kesejahteraan hewan dapat
diamati berdasarkan 3 indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator
immun dan produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang
terjadi pada hewan dapat diamati berdasarkan perubahan pada fisik, mental
maupun perilaku.
Secara fisiologi kondisi perubahan
kesejahteraan hewan akan mengaktifkan sistem saraf pusat (SSP) dan memberikan
respon baik pada sistem saraf otonom maupun sistem endokrin. Akibat dari respon
sistem saraf otonom akan berdampak pada Sistem SAM (Simpatetic
Adrenal Medulary) dan Sistem PNS (Parasimpatetic
Nervous System). Respon Sistem SAM mengakibatkan peningkatan Cardiac output (tachycardia,
cardiac muscle contraction), peningkatan aliran darah ke otot (vasokontriksi
perifer, kontraksi limfa), peningkatan air intake
(respiratory rate, relaksasi bronkhiol). Sementara respon dari Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System)
adalah penurunan Cardiac output (branchicerdia).
Gangguan secara terus menerus pada system syarafnya berakibat munculnya stress
dengan gejala seperti Peningkatan aktifitas adrenocortical. Juga lambat laun
berpengaruh pada penurunan aktifitas hormonal reproduksi. Gejala dari prilaku
dapat terbaca melalui penurunan performance
yang bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah kronis, meningkatnya
kerentanan penyakit, penyembuhan luka yang lama, Cardiovascular
pathologis, dan juga kematian.
Contoh akibat pengabaian kesejahteraan hewan
pada hewan ternak dan hewan potong adalah beberapa testimony yang menyatakan
bahwa rasa daging sapi import, baik dari Australia, Selandia Baru maupun
Jepang, memiliki karakter daging yang lebih empuk dan serat yang halus
dibandingkan daging sapi dalam negeri. Kebenaran testimony ini dapat ditelusuri
secara ilmiah bahwa pembentukan daging yang berkualitas sangat bergantung pada
perlakuan selam proses pemeliharaan, pengangkutan dan penyembelihan. Efek
stress pada hewan sebelum dipotong akan berdampak buruk pada kualitas karkas
dan daging yang disebut Dark Firm
Dry (DFD).
Dark Firm Dry (DFD) terjadi
akibat dari stress pre-slaughter sehingga mengosongkan persediaan glycogen pada
otot. Keadaan ini menyebabkan kadar Asam laktat pada otot berkurang dan
meningkatkan pH daging melebihi dari normal. Pada kondisi seperti ini maka
proses post mortem tidak berjalan sempurna terlihat pada warna daging terlihat
lebih gelap, kaku dan kering yang mana secara umum lebih alot dan tidak enak.
pH daging yang tinggi akan mengakibatkan daging lebih sensitif terhadap tumbuhnya
bakteri. DFD beef adalah indikator dari stress, luka, penyakit atau kelelahan
pada hewan sebelum disembelih.
Perangkat
Hukum Animal Welfare
Detail mengenai Animal Welfare, memang
belum diatur secara khusus dalam peraturan perundangan tersendiri. Namun, ada
beberapa peraturan yang dibuat untuk melindungi kehidupan binatang di
Indonesia. Diantaranya, ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini menegaskan
penjagaan keseimbangan ekosistem flora dan fauna di Indonesia. Peraturan
Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, Peraturan
pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Selain
itu pada tahun 1998 ada undang-undang yang diajukan untuk melindungi satwa liar
di luar habitatnya, yaitu SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
479/Kpts-II/1998 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.53/Menhut–II/2006 tentang Lembaga Konservasi. Kemudian Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.52/Menhut–II/2006 yang mengatur mengenai Peragaan Jenis
Tumbuhan dan Satwa liar dilindungi.
Dalam UU No.18 tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan, defenisi Animal Welfare juga secara gamblang dijelaskan. Animal Welfare diartikan
sebagai segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan
menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia.
Beberapa daerah dan komunitas suku tertentu
di Indonesia juga memiliki cara yang bijak dalam memperlakukan hewan yang
termuat dalam kesepakatan sosial dan kearifan lokal masing masing wilayah.
Untuk
dipikirkan bersama
Tanpa bermaksud
untuk menjustifikasi sepihak, coba
kita pikirkan bersama mengenai beberapa kejadian di sekitar kita tentang
penggunaan hewan pada beberapa kasus berikut.
Tayangan beberapa
TV swasta di negeri kita beberapa kali menampilkan hewan sebagai “pemeran
utama”. Entah seperti apa prosesnya hingga hewan seperti kera dengan sangat
lihai mengikuti skenario sang sutradara. Beberapa kali juga terlihat pada
beberapa sinetron kita yang menyelipkan scene
adegan topeng monyet yang sama kita ketahui bahwa pelatihan binatang yang
berganti nama jadi “sarimin” itu
sulit diterima akal sehat.
Acara mancing ikan
yang hingga kini masih eksis tayang juga pernah memicu kontroversi. Bukan
karena ajakan pemandu acaranya untuk merilis
ikan ikan berstatus dilindungi, tetapi karena beberapa kali tayangan ini
menampilkan ikan dilindungi itu nyangkut
di mata kail. Beberapa pihak menyebutkan bahwa mulut ikan yang menjadi korban “strike” akan terluka dan memancing ikan
lainnya untuk datang memangsa pasca dirilisnya
ikan tersebut.
Tinju Orang Utan Di Thailand |
Dalam beberapa
kejadian, pihak BKSDA Sulsel terpaksa “berperang mati matian” dengan pemilik
satwa dilindungi secara illegal. Pada
saat penyitaan, mereka berkilah bahwa satwa tersebut sangat mereka sayangi dan
sudah hidup nyaman bersamanya. Makan nasi, minumnya pun kadang kala susu kaleng
special dan ditempatkan dalam kandang berukir indah. Namun, apakah ada yang bisa menjamin bahwa dalam sudut pandang
hewan, mereka hidup nyaman, sejahtera. Mungkinkah mereka pernah berkeinginan
untuk terbang lepas di alam liar, berinteraksi dengan kelompoknya, bebas
mencari makan secara alami.
Beberapa dari kita
memutuskan untuk memberi pelajaran tentang lingkungan dan satwa liar dengan
mengajak anak anak kita mengunjungi kebun binatang atau arena sirkus satwa di
saat hari libur. Tidakkah ini berarti bahwa anak anak kita diajarkan untuk “meng iyakan” pengurungan satwa satwa itu. Tidakkah satwa satwa itu
merasa stress akibat kunjungan beberapa dari kita ke mereka yang kadang kala
disertai dengan lemparan kerikil dan potongan kayu kecil buat memuaskan rasa “gemes” kita dan anak anak kita.
Bukankah banyak penelitian yang menunjukkan fakta yang jelas bahwa lumba lumba
demikian tersiksa pada saat pelatihannya dan kita dengan senyum sumringah yang mengambang ketika
beberapa dari mereka berhasil melompati lingkaran api dari dalam kolam kecil. Kemudian,
terpikirkanlah bahwa hari itu kita telah berhasil mengajari anak anak kecil
kita “mencintai” binatang binatang
itu.
Sumber Bacaan :
Anonimous, 2004. Peraturan Perundang-undangan
bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.
Kellie Joan Eccleston. 2009. animal
welfare di Jawa Timur. Australian
Consortium for in-country Indonesian Studies, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
http://www.kemendagri.go.id/produk-hukum/2009/06/04/undang-undang-no-18-tahun-2009
*) Peh Pertama pada Bidang KSDA Wilayah I
Palopo
**) Penata Bina Konservasi Pada Bidang KSDA
Wilayah I Palopo
0 Comments:
Post a Comment