Beragam manfaat hutan dapat kita rasakan setiap
saat. Manfaat hutan secara umum dapat dikelompokkan menjadi manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible adalah manfaat langsung yang kita dapatkan dari
pemanfaatan sumber daya alam dalam bentuk material dan abstrak dan dapat
dikuantifikasikan dalam nilai ekonomi seperti kayu, damar, lebah madu, rotan,
buah buahan, kulit dan lain sebagainya. Sedangkan manfaat Intangible adalah manfaat yang dapat dirasakan secara tidak
langsung dan masih dianggap sebagai barang publik serta bisa dinikmati semua
orang seperti pemanfaatan alam untuk rekreasi, hidrologi, pendidikan,
penelitian, pengaturan iklim dan sebagainya. Berbagai manfaat tersebut harus
dikelola baik demi intensifikasi manfaat yang berkesinambungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah yang
membidangi masalah pengaturan pemanfaatan sumber daya alam dan beberapa NGO
Pemerhati lingkungan sepakat bahwa manfaat yang berkesinambungan hanya akan
didapat bila semua orang memahami dan merasakan secara riil bahwa manfaat Intangible hutan jauh lebih besar dan
terbukti bisa menggantikan manfaat tangible.
Wisata alam adalah salah satu bentuk eksplorasi
manfaat Intangible hutan yang
diharapkan dapat meminimalisir eksplorasi langsung material sumber daya hutan.
Nah, dapatkah kegiatan wisata alam menjadi sebuah solusi bagi pemanfaatan
material sumber daya alam yang berlebihan ?. Sebagian pemerhati lingkungan
meyakini bisa dengan syarat bahwa kegiatan wisata yang dilakukan berpedoman
pada konsep eko wisata.
Ekowisata Vs Wisata Alam
The International Ecotourism Society
(TIES) pada awal tahun 1990 mendefinisikan pengertian ekowisata sebagai berikut
:
"Ecotourism
is responsible travel to natural areas which conserved the environment and
improves the welfare of local people."
"Ekowisata adalah perjalanan yang
bertanggung jawab ke tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”.
Bandingkan dengan pengertian wisata alam yang
pernah didefinisikan oleh
Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 :
"Nature
or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to
relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific
objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas
and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and
present) found in the areas."
"Wisata
alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang
relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan
untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan
satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik
dari masa lampau maupun masa kini."
Definisi antara kegiatan wisata alam
biasa dengan wisata alam berbasis ekowisata sebenarnya hampir sama, yaitu
sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka. Hanya saja, menurut
TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab
dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan yang berefek langsung pada kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata
merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi
sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang
berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus
plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.
Ciri-ciri
Ekowisata
Menurut Fandeli et.al (2000), ekowisata pada mulanya
hanya bercirikan bergaul dengan alam untuk mengenali dan menikmati.
Meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan/peruasakan alam oleh ulah manusia
sendiri, telah menimbulkan/menumbuhkan rasa cinta alam pada semua anggota
masyarakat dan keinginan untuk sekedar menikmati telah berkembang menjadi
memelihara dan menyayangi, yang berarti mengkonservasi secara lengkap. Unsur
utama pada ciri ciri ekowisata adalah :
·
Konservasi;
Konsep
ekowisata secara langsung maupun tidak, akan berefek pada pelestarian alam dan
lingkungannya.
·
Edukasi;
Mendidik
semua orang untuk ikut melestarikan alam lingkungan yang dimaksud, baik itu
pengunjung wisata, pengelola/penyedia wisata maupun masyarakat yang ada di
sekitarnya.
·
Pemberdayaan masyarakat setempat;
Pelibatan
masyarakat dalam kegiatan ekowisata bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya
(peningkatan kesejahteraan).
Beberapa Faktor Penentu keberhasilan Ekowisata
Keberhasilan pelaksanaan wisata alam
yang berbasis ekowisata dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor utama, yaitu :
·
Objek wisata
Objek wisata bisa
diartikan sebagai sesuatu yang memiliki daya tarik dan mengundang orang untuk
datang, punya nilai dan biasa disebut atraksi. Faktor ini adalah bahan jualan
dalam kegiatan pasar kepariwisataan.
·
Penikmat wisata
Penikmat wisata
adalah orang orang yang sengaja melakukan perjalanan ke tempat tempat tertentu
guna menikmati setiap daya tarik keindahan dan gejala gejala alam yang menarik.
Dalam struktur pasar, faktor ini bisa diasumsikan pembeli.
·
Penyedia/pengelola wisata
Setiap penyedia atau
pengelola wisata secara tidak langsung terkategori sebagai penjual. Factor ini harus
memahami dengan jelas bahwa penataan areal wisata seperti pembangunan sarana
prasarana wisata tidak boleh mengabaikan faktor ekologi. Demi memperoleh uang
tiket dari pengunjung sebanyak-banyaknya, kerapkali pengusaha dan pemerintah
setempat berpikir pendek dalam pengembangan pariwisata. Misalnya, Daerah hutan
disulap menjadi penginapan dan menghilangkan sifat alamiah objek tersebut.
·
Masyarakat lokal
Pengembangan kegiatan
wisata dengan konsep ekowisata tidak menghilangkan dan membatasi ruang bagi
masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam pengelolaan kegiatan dimaksud.
Masyarakat diharapkan berada pada ruang yang sama dengan para pemegang kepentingan,
bahkan dalam beberapa aspek tertentu, masyarakat bisa menjadi pihak pengelola
wisata. Misalnya, penyediaan penginapan, jasa pemandu wisata dan lain
sebagainya. Pada beberapa lokasi, pengelolaan objek wisata alam sudah
menerapkan konsep Ekowisata berbasis komunitas
(community-based ecotourism) yang mengedepankan peran utama masyarakat
didalamnya.
·
Perangkat
hukum/kearifan lokal
Manusia adalah
makhluk yang dinamis, bisa berubah pada saat kapanpun dengan sangat tidak
terduga. Pelaku wisata yang terdiri dari penikmat wisata, penyedia/pengelola
wisata dan masyarakat lokal adalah manusia dengan kecenderungan seperti itu.
Sehingga, proses pengembangan wisata bisa saja bergeser dengan dari standar
ekowisata. Keberadaan perangkat hukum dan kearifan lokal baik secara tertulis
maupun tidak tertulis setidaknya bisa mengantisipasi efek negatif dari keadaan
demikian.
Ukuran keberhasilan
Ekowisata
Keberhasilan
penerapan konsep ekowisata dalam pelaksanaan wisata alam dapat diukur melalui
kegiatan evaluasi yang bisa dilakukan secara kontinyu. Setidaknya ada tiga
kriteria yang bisa dijadikan ukuran keberhasilan ekowisata, yaitu :
· Ancaman terhadap kekayaan sumber daya
alam menurun;
Ada perbedaan
signifikan antara gangguan pada kekayaan sumber daya alam sebelum dan sesudah
penerapan konsep ekowisata pada cara menikmati objek wisata alam. Gangguan
terhadap sumber daya alam cenderung menurun seiring meningkatnya kesadaran
semua pihak.
· Adanya income generating untuk kegiatan
konservasi;
Baik hasil Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kegiatan eksplorasi wisata maupun pungutan lain
yang tidak tercatat sebagai pajak, sebagian bisa dikembalikan ke alam dalam bentuk pembiayaan pada beberapa kegiatan
restrukturisasi alam.
·
Ada
keuntungan riil yang dirasakan masyarakat.
Masyarakat
Indonesia adalah komunitas yang terbiasa mengukur keberhasilan suatu program
atau ajakan pada satu konsep dengan nilai cost
riil yang bisa didapatkan. Dengan ekowisata, masyarakat diharapkan secepat
mungkin merasakan pertambahan nilai ekonomis (economical benefit) yang bisa mendukung pencapaian kesejahteraan
masyarakat. Contoh ; Masyarakat ikut berperan aktif dalam penjualan souvenir,
jasa pemanduan wisata, penginapan lokal, warung makanan dan sebagainya.
Eksplorasi keindahan alam melalui
wisata alam yang menggunakan konsep ekowisata
seyogyanya tidak akan merusak keberadaan setiap gejala dan daya tarik alam
selama semua orang paham konsep ekowisata yang sebenarnya. Tanpa penjelasan
secara harfiah pun, konsep ekowisata tanpa disadari akan diterapkan semua orang
karena ada aspek manfaat jelas yang dirasakan. Nah, ada jawaban khan, kenapa
harus ekowisata ? (kaka,2012)
Sumber :
www.ekowisata.info
diakses pada tanggal 4 april 2012 pukul 23.10 WITA
http://lembarindonesia.wordpress.com/2008/07/15/ekowisata-sebagai-langkah-konservasi/
diakses pada tanggal 9 april 2012 pukul 10.30 WITA
http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html,
diakses pada tanggal 1 april 2012 pukul 22.30 WITA
http://alamendah.wordpress.com/category/wisata/
diakses pada tanggal 2 april 2012 pukul 19.45 WITA
Panduan dasar pelaksanaan Ekowisata,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias 2009.
0 Comments:
Post a Comment