Monday, May 20, 2013

Anggaplah, namaku Bona…!



“Jika gajah tak lagi mati meninggalkan gading, cukuplah manusia yang meninggalkan kesan, bahwa anak cucu mereka menitip pesan, tak ingin cerita satwa berbelalai panjang hanya legenda pepesan”
 
Kebun Binatang, 22 Maret 2012
Oleh pawangku, aku dipanggil Bona. Seekor hewan yang berbelalai panjang yang karena sepasang gading indahku, sering diburu kalangan manusia. Menurut silsilah, aku merupakan keturunan dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Manusia menyepakati jenisku dikategorikan dalam Endangered species. Sementara pada CITES (Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora / Konvensi tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan), mengkategorikanku dalam kelompok Appendix I.
 
Usiaku tak muda lagi, tak mampu menari gemulai, berlari menendang bola kaki sebagaimana kebiasaanku bertahun tahun di arena sirkus. Yah, aku pensiun sekarang, tak lagi tour dari kota ke kota lain. Hanya menunggu masa dimana manusia sisa menanam bangkaiku.
Kupikir, usiaku memang tak berapa lama lagi. Kandangku sudah sangat tak terurus lagi. Makanan yang disediakan di kebun binatang tempat penitipanku sangat terbatas. Lebih banyak jumlah kilatan kilatan blits kamera yang kadang menyilaukan mataku, membangunkanku untuk sekedar menyaksikan manusia berpoto dengan badan lunglaiku sebagai latarnya. Mungkin badanku dehidrasi, aku haus sekali. Padahal hari ini manusia peringati sebagai hari air sedunia.
Jika esok adalah saat kematianku, maka tak ada yang bisa aku tinggalkan sebagaimana species sejenisku di alam liar yang mati meninggalkan gading. Sepasang mahkota indahku itu telah lama hilang, mungkin dititip di ruang tamu manusia manusia berduit. Bijaklah rasanya jika kemudian catatan keluh kesah galau ini yang kusisa, berharap manusia bisa membaca dengan mata hatinya.     
Mungkin sebagian dari kenalan kalian, keluarga, rekan kerja, relasi bisnis atau mungkin anda secara pribadi pernah merogoh beberapa lembar uang untuk membeli sebuah tiket pertunjukkan sirkus gajah atau jenis satwa lainnya. Decak kagum dan tepuk tangan riuh, dengan ikhlas kalian persembahkan dari setiap aksi yang sukses kami lakukan, sang objek pertunjukkan. Berbagai dalih menjadi bekal keputusan kalian menonton pertunjukkan kami. Dari sekedar melepas penat di akhir minggu setelah 5 hari kerja kalian habiskan di instansi yang menjadi ladang rejeki keluarga hingga kemudian dengan sengaja memboyong sang buah hati yang beranjak remaja demi pendidikan cinta lingkungan (satwa) menurut persepsi kalian.
Terkadang fatwa pujangga yang berkata bahwa ‘tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta’, dijadikan sabda sahih. Keputusan untuk mengenalkan jenis jenis satwa yang dipertunjukkan seperti kami di ajang sirkus bagi orang orang di sekeliling kalian dengan tujuan timbulnya rasa cinta pada bangsa kami.
Sang pawang bersama announcer pertunjukkan tak kalah lihainya menguatkan persepsi anda. “Hadirin yang budiman, berikan aplaus buat si Bona, sang gajah jantan yang sukses menyarangkan bola ke gawang lawan, satwa ini adalah species dilindungi dan kewajiban kita bersama untuk menjaga dan melestarikannya”.
Setengah berbisik, kuping sang buah hati turut dimanja “Nak, binatang ini dilindungi, tidak boleh dibunuh, dia harus disayang, diberi makan enak, dibuatkan tempat tidur, kalo sakit diberi obat….”
***
Kebun Binatang, 22 April 2012
Hari ini bertepatan dengan peringatan hari bumi. Seharusnya berarti bahwa kami bebas berkeliaran di atas bumi indah ini dengan sesuka hati. Tapi tahukah kalian, beberapa sahabatku yang anda saksikan di arena pertunjukkan sirkus, sebagian besar merupakan species yang sudah tinggal dalam jangka waktu yang lama di kandang kandang penampungan. Sebagian besar bahkan telah dipenjara dari usia yang masih sangat muda dengan alasan bahwa satwa liar dengan usia muda akan lebih mudah dilatih dibanding jenis yang sudah dewasa.
Masih sulit kulupakan beberapa waktu yang lampau, saat suara keras dari senjata laras panjang memecah gendang telinga lebarku yang kemudian seketika tubuh besar ibuku jatuh terkapar bersimbah darah. Gading indahnya dicabut kemudian dibawa pergi bersama dengan tubuh kecilku yang tak kuasa meronta.
Beberapa cerita yang lebih miris kemudian kudengar dari sebangsaku, ratapan yang tak pernah manusia dengarkan seksama. Hanya aku, rekan sesama profesi sebagai satwa sirkus yang bisa memahami.   
Sahabatku si lumba lumba dan singa laut mengisahkan dirinya yang diburu di beberapa belahan dunia. Penangkapan besar besaran species lumba lumba pernah dilakukan dilakukan di kota Taiji, Jepang. Setiap tahunnya bahkan lebih dari 23 ribu ekor mamalia laut ini ditangkap untuk kebutuhan makanan dan permintaan wahana pertunjukkan.
Dengan alasan sebagai hama perkebunan sawit, species orang utan juga diburu dimana mana. Bahkan sebuah media massa pernah memberitakan perusahaan perkebunan yang memberikan upah 1-2 juta rupiah bagi setiap kepala orang utan. Bayi orang utan yang tak berdaya dibiarkan hidup dan dibawa ke kandang buatannya yang hanya berukuran dua kali depah tangannya. Beberapa mungkin berada di kandang tepat di belakangku.
Ribuan jenis bangsa kami yang lain juga mengalami hal yang sama. Kecenderungan yang ada adalah, makin langka suatu jenis satwa, nilai jual dari daya tarik pertunjukkannya akan semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan perburuan jenis jenis satwa yang langka umumnya dalam rentang yang sangat tinggi.
***
Kebun Binatang, 10 Agustus 2012
Curahan hatiku kali ini disemangati oleh berkah peringatan hari konservasi alam nasional, 10 agustus. Mengkonservasi setiap jenis bangsa kami dapat berarti ekspresi kebiasaan hidup dan kemampuan adaptasi  berdasarkan imajinasi dan kreasi yang bersifat mandiri. Merupakan kontrol indevenden dari susunan otak kecil yang kami miliki. Inti dari setiap gerak kami adalah kebebasan yang sangat merdeka.
Mungkin kalian sebagai makhluk yang paling lihai berpikir tak pernah mempertanyakan. Apakah aksiku menendang bola, sahabatku lumba lumba yang mahir loncat melewati lingkaran api, monyet tak berdaya dalam topeng dengan terampil menabuh genderang mungilnya serta aksi aksi luar biasa lainnya yang dilakukan satwa merupakan keinginan alami kami tanpa tekanan dan paksaan ?.
Jika anda pernah mendatangi pentas lumba lumba atau singa laut, perhatikan dengan seksama tangan sang pawang. Ada beberapa ekor ikan segar digenggamannya. Setiap aksi sang lumba lumba selalu dihadiahi dengan makanan tersebut. Ya, demikinlah metode pelatihan mereka selama bertahun tahun. Jika lumba lumba diinginkan mahir melompati lingkaran api atau bersalto dengan ketinggian tertentu, maka taruhlah makanan mereka dekat dengan lingkaran api tersebut atau pada ketinggian dan sang lumba lumba akan loncat menjangkaunya.
Bisa kalian bayangkan bahwa setiap akan memulai pertunjukkan, lumba lumba tidak akan dibiarkan dalam keadaan kenyang. Beberapa saat sebelum beraksi, lapar harus menjadi syarat jika menginginkan mereka beraksi agresif untuk mendapatkan hadiah beberapa ekor ikan itu.
Bagaimana denganku di masa pendidikan ?. Pada masa pelatihanku, kaki mungilku diikat dengan tali dan rantai kemudian ditarik sedemikian rupa untuk pembiasaan pada satu gerakan. Badanku dipaksa duduk, baring ataupun menari bak goyang bebek yang lagi trend. Jika malas dan tak patuh maka kait besi sang pawang siap dengan sigap menusuk dan memukul badanku. Pada akhirnya Instingku terbentuk dalam rasa takut akan siksaan jika berprilaku diluar keinginan sang pawang.
Membuat sarimin bisa pergi ke pasar dengan naik sepeda juga bukan hal yang mudah. Sahabatku ini mengisahkan bahwa sang pawang juga demikian menyiksanya. “Monyetnya kadang dirantai bos, iming iming dapat makanan atau dipaksa bekerja dengan dipukul, semuanya dilakukan dengan penuh sayang…”. Demikian kata pawangnya saat ditanya salah satu tim investigasi sebuah stasiun TV.
***
Kebun Binatang, 28 November 2012
Kudengar hari ini diperingati sebagai hari menanam pohon di negeri ini. Senang mendengarnya. Bukankah dengan demikian akan semakin banyak pohon yang tumbuh. Akan semakin banyak pilihan dahan tempat bertengger bagi sahabatku kakatua jambul kuning dan elang bondol. Tetapi, jika kemudin mereka ikut diburu dan dipaksa tinggal dalam sangkar,  siapa yang akan singgah bertengger ?
Pagi ini, aku berusaha menegakkan kakiku. Berdiri semampu yang aku bisa. Sudah sekian lama kakiku yang sebelah depan bagian kanan selalu kram. Pengaruh terkilir saat didorong paksa naik ke sebuah truk container yang akan berpindah ke kota tujuan pertunjukkan sirkus selanjutnya.
Setidaknya aku mungkin bisa bersyukur, masih bisa jalan jalan ke beberapa pelosok negeri bersama rombongan manusia yang kuhidupi dari keahlianku bermain sepak bola gajah. Tetapi beberapa konsekuensi juga harus kuterima, aku tak boleh menolak tampil di lapangan bola yang panas terik, tak boleh mengamuk ditempatkan dalam kandang sementara yang dibuat seadanya. Tempatku meringkuk sejenak yang sangat sempit, menunggu penampilan selanjutnya yang kadang hingga 2 kali seharinya. Tak ada kata letih ikuti keinginan sang Manager untuk berpindah dari kota pertunjukkan yang satu ke kota lainnya.
Aku membayangkan, seyogyanya rumah terbaik bagi kami adalah alam lepas. Tempat kami dapat mengekspresikan segala macam keinginan secara alami. Tanpa batas ruang yang membatasi. Berinteraksi aktif dengan segala faktor penyusun ekosistem pada habitat alami. Bukan dalam kandang buatan berukuran tertentu. Sebab, saya yakin. Tak ada bangsa manusia yang akan tenang dan betah, hidup bertahun tahun dalam kamar berukuran sempit tanpa sekalipun bisa lepas keluar jalan jalan berpesiar sebagaimana seharusnya.
***
Kebun Binatang, 31 Desember 2012
Tak banyak yang kupikirkan hari ini, kecuali teringat tanggal 16 di bulan maret itu. Jika aku tak keliru, itu hari rimbawan. Saat pertunjukkan sirkusku di hampiri seseorang yang berbaju seragam krem, berlambangkan logo kementerian bergambar sketsa pohon rindang yang biasanya jadi rumah sahabatku, rangkong (aceros cassidix) yang juga telah lama hilang.
Beliau kuyakini tidak datang untuk turut memberi aplaus pada setiap aksiku, binar matanya bisa kubaca, sedang memastikan bahwa satwa yang disirkuskan amat sangat tersiksa. Dan kepadanya kutitip asaku di lembaran awal tahun, agar anak cucuku dan semua keturunan bangsa satwa liar, lepas bebas di alam. Semoga..??
***

0 Comments:

Post a Comment